Pasar cinde pada awal mulanya di sebut dengan pasar lingkis dimana dulunya banyak pedagang yang berasal dari daerah lingkis, Jejawi, Oki yang dulunya juga banyak tinggal di tempat tersebut. Pada masa perang 5 hari 5 malam 1947 tempat ini merupakan salah satu titik pertempuran di mana sebagian pejuang dari kebon duku mengambil posisi di area ini
Pasar Cinde di Palembang adalah karya arsitek Herman Thomas Karsten (1884-1945). Pasar ini kembaran Pasar Johar Semarang yang juga dirancang oleh Karsten. Segala macam barang ada di tempat ini, mulai perlengkapan kapal sampai kerupuk tetapi sekarang ini lebih di dominasi dengan penjualan perlengkapan meliter dan alat-alat pertanian, selain kebutuhan pokok yang juga banyak tersedia di pasar ini. Tetapi Bangunan Pasar Cinde baru dibangun pada tahun 1958 pasar yang pertama di Kota Palembang yang dibangun setelah kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan rancangan tersebut. Pasar-pasar yang lain sebelum itu dibangun pada waktu penjajahan kolonial, bangunan pasar cinde di bangun dengan struktur utama memakai konstruksi cendawan (paddestoel). Pasar kedua yang memakai konstruksi tersebut setelah “Pasar Djohar” di Semarang.
Menurut penuturan (Alm) HM Idris Ibrahim, IAI yang mengikuti pembangunan Pasar Cinde, ketika ada yang meragukan kekuatan konstruksi cendawan, dilakukan tes beban dengan menaikkan tank baja ke atas atap pasar tersebut.
Setelah Pasar 16 Ilir terbakar dan diganti dengan bangunan yang sampai sekarang tidak berfungsi sebagai pasar tradisional di pusat kota, maka Pasar Cinde merupakan pasar tradisional utama di pusat Kota Palembang. Pasar ini telah menjadi trade mark bagi Kota Palembang dan menempati tempat yang khusus di hati masyarakat Palembang. Banyak kebutuhan masyarakat yang tidak terdapat di pasar lain, dapat diperoleh di Pasar Cinde. Banyak pedagang dan pengunjung (yang pada umumnya penduduk pribumi) sudah merasa akrab dengan pasar ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar